![]() |
Investigasi Internal Direksi Pengembagan, Bongkar Dugaan Mark-up Jual Beli Lahan Gemabanten.com |
ROHIL,//Gemabanten.com — BUMD PT. SPRH (Perseroda) Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), melalui Direktur Pengembangan Zulpakar, memberikan klarifikasi terkait pembelian lahan untuk pembangunan Sentra Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) , Kelurahan Teluk Merbau, Kecamatan Kubu.
Klarifikasi ini ia sampaikan sebagai bentuk komitmen perusahaan dalam mengusut dugaan penyimpangan proses pembelian lahan seluas 2 Ha tersebut. Diungkap Zulpakar, transaksi yang dilakukan tidak mengikuti mekanisme dan prosedur yang berlaku, serta terindikasi kuat mengandung konflik kepentingan memperkaya diri atau memperkaya orang lain.
“Tupoksi saya sebagai Direktur Pengembangan, yang bertanggung jawab dalam proses pengembangan usaha. Salah satunya untuk pembangunan SPBN Nelayan dan dalam tahapannya yaitu awal pembelian tanah atau lahan . Namun, saya sama sekali tidak pernah dilibatkan dan tidak mengetahui transaksi yang telah dilakukan oleh sdr. MK," kata Zulpakar, Jum'at (11/7), dikonfirmasi diruang kerjanya.
"Diakan (MK,red), notabene hanya seorang karyawan dan menjabat sebangai Sekretaris PT. SPRH, kegiatan itukan bukan merupakan Tupoksi dia, apa lagi untuk mencari lahan atau masuk di wilayah pengembangan usaha. Dan anehnya laporan secara berjenjang maupun secara periodik, tidak pernah saya dapatkan baik laporan secara administrasi maupun lisan," ujar Zulpakar.
Zulpakar mengungkapkan bahwa lahan seluas 20.000 m2 atau (2 Ha) tersebut dibeli dengan Nilai Total Rp. 615.000.000,- (enam ratus lima belas juta rupiah) yang tertera di dalam kwitansi pembayaran, namun realisasi pembayaran yang diterima oleh sdr. Z selaku pemilik lahan tersebut hanya sebesar Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah). Persoalan ini satu dari semua persoalan yang ada di PT. SPRH (Perseroda) yang kini telah dalam proses tahap penyidikan Kejaksaan Tinggi Riau serta Polda Riau.
Dilanjutnya, ia menyebut telah turun langsung ke lokasi dan melakukan klarifikasi ke Kantor Lurah Teluk Merbau. Namun, tidak satu pun pihak yang terlibat secara langsung hadir dalam pertemuan tersebut. Hanya seorang Ketua RW dan perwakilan dari RT. 03 yang datang, diduga berperan sebagai pemilik lahan sekaligus pihak yang menandatangani kwitansi pembayaran.
Hasil dari Investigasi internal perusahaan lanjut Zulpakar, dirinya mengungkap sejumlah kejanggalan dalam proses pembelian lahan, diantaranya: Kelengkapan administrasi yang minim, tidak ditemukan registrasi surat tanah di Kantor Kelurahan, serta tidak melalui proses study kelayakan atau rencana bisnis.
"Tahapan-tahapan mekanismenya ada, mana bisa asal-asalan saja jika BUMD ingin mengembangkan unit usaha. Apa dikira duit pribadi kita di BUMD ini," ketusnya.
Lebih lanjut Zulpakar mengatakan bahwa setelah di konfirmasi kepada RT. 03 sdr. Z, dia mengatakan sisa dari pembayaran Rp. 400 Juta dari Rp. 615 Juta tersebut yakni bersisa Rp. 215 Juta, oknum PT. SPRH (Perseroda) sdr. MK mengatakan untuk di bagikan kepada beberapa Direksi, dan dirinya membantah keras akan prihal itu.
"Saudara MK jangan jual-jual nama Direski untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Saya tantang dia untuk menunjukkan Direksi mana yang dapat dari aliran dana tersebut. Jika dia ada member saya, silahkan buktikan," tegas Zulpakar.
Selanjutnya Konsultan Perencanaan Pematangan Lahan Untuk Pendirian SPBN Nelayan tersebut yang di kerjakan oleh CV. Mimarvision Engineering dengan No. Kontrak ; 539/SPK/PT.SPRH/PRC/II/2025/..tgl ; 13 Februari 2025, juga mengatakan setelah saya panggil dan konfirmasi dia mengatakan telah menandatangani kwitansi Rp.174.645.000,- (seratus tujuh puluh juta enam ratus empat puluh lima ribu rupiah).
Tetapi untuk keseluruhannya lajutnya, dia hanya menerima Rp.104.000.000,- (seratus empat juta rupiah), dari pengakuan konsultan tersebut sisa dari yang dia dapat oknum sdr. MK mengatakan sisa dari pembayaran konsultan tersebut di peruntukan untuk oknum Dirut, itu pengakuan Konsultan tersebut.
Zulpakar juga menyoroti bahwa menurut keterangan dari pihak Kelurahan Teluk Merbau, tidak terdapat catatan resmi atas kepemilikan lahan tersebut. Hal ini memperkuat dugaan bahwa lahan tersebut di indikasikan ilegal dan secara hukum pembeliannya bisa dianggap batal dan cacat demi hukum.
Terkait dugaan mark-up harga lahan, Zulpakar menilai harga Rp.615 juta tidak sesuai dengan kondisi fisik lahan yang berupa hanya hutan piyai di tepi laut. Bahkan, jarak antara lokasi dan pinggir pantai pun belum diketahui secara pasti karena kondisi lahan dinilai “semberawut”.
Lebih lanjut, hasil penelusuran salah satu LSM menunjukkan bahwa sebagian lahan yang dibeli ternyata masuk dalam zona hijau atau kawasan hutan, atau hutan maqrove yang berarti secara hukum tidak bisa untuk diperjualbelikan.
Menanggapi kasus ini, Tim Investigasi DPP TOPAN RI meminta PT. SPRH (Perseroda) segera membatalkan pembelian lahan yang diduga dilakukan tanpa prosedur resmi oleh MK selaku oknum Sekretaris PT SPRH (Perseroda) dan sudah di non aktifkan sementara sejak tanggal 07 Juli 2025 yang lalu.
TOPAN RI juga mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengusut tuntas keterlibatan para pihak, Menangkap pihak yang terlibat jika terbukti bersalah, Meminta pengembalian dana mark-up ke Kas PT
SPRH (Perseroda), Mengembalikan status tanah yang menjadi polemik.
Zulpakar menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal proses hukum ini hingga tuntas dan meminta aparat penegak hukum bersikap tegas bila ditemukan unsur pelanggaran hukum. Masyarakat Rohil telah dirugikan oleh oknum-oknum pengerat Dana BUMD.**
Red.